Sabtu, 23 November 2024

Elaborasi Cipayung dan Jatam Kaltim Soroti Tumpulnya Penindakan Hukum dan Perampokan SDA

Selasa, 3 November 2020 21:20

IST

POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Potensi kekayaan sumber daya alam (sda) Kaltim masih berlimpah.

Bukan menjadi rahasia, praktik penambangan batu bara ilegal dilakukan.

Pengusaha hitam perampok sda Kaltim, masih berkeliaran bebas, pun aparat penegak hukum belum mampu membongkar aktor utama di balik aksi kejahatan dalam merampok SDA Kaltim tersebut.

Sebagai bentuk pengawalan atas sejumlah kasus yang tengah berjalan, sejumlah organisasi mahasiswa yang tergabung di dalam kelompok cipayung plus menggelar diskusi publik. Dengan tema diskusi sinergisitas peran pemuda sebagai pressure group dalam mengawal sda Kaltim dalam upaya membongkar kejahatan ilegal mining.

Ketua Umum Badko HMI Kaltimtara, Abdul Muis menyampaikan kegiatan ini merupakan rangkaian dari peringatan hari Sumpah Pemuda ke-92 yang jatuh pada 28 Oktober 2020 lalu.

“Hari ini kita melihat Kaltim dengan SDA yang melimpah juga terkesan dijajah. Sehingga pemuda di Kaltim pun perlu merapatkan barisan untuk mengawal pengelolaan dan pemanfaatan SDA,” ujar Muis saat dikonfirmasi, Rabu (4/11/2020).

Diskusi ini, lanjut Muis, sebagai upaya untuk menyatukan persepsi dan gerak kaum muda dalam mengawal SDA di Kaltim. Dia menitikberatkan persoalan yang patut dikawal adalah kasus illegal mining yang kini semakin meresahkan masyarakat. Bisa dilihat dari dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan.

“Belum termasuk kerugian terhadap pendapatan keuangan negara dan daerah,” ungkapnya.

Menurut Muis, ilegal mining merupakan permasalahan klasik. Bahkan di Kaltim sejumlah kasus ilegal minging sudah menjadi rahasia umum yang hingga kini tak kunjung terselesaikan. Padahal sudah sangat jelas sanksi untuk para pelakunya. Tertuang di dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Pasal 158. Dimana setiap orang melakukan usaha pertambangan tanpa ijin dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.

Dari data yang pihaknya miliki, Muis mengatakan, pada Juli 2016 lalu Kapolda Kaltim yang saat itu dijabat Irjen Pol purnawirawan Safaruddin sempat membentuk satgas tambang.

“Kami menilai satgas yang pernah dibentuk tersebut minim prestasi dalam hal penindakan,” ungkapnya.

Menurutnya persoalan yang patut dikawal adalah kasus ilegal mining yang kini semakin meresahkan masyarakat. Bisa dilihat dari dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkan.

“Ini belum termasuk kerugian terhadap pendapatan keuangan negara dan daerah,” imbuhnya.

Menurut Muis pelanggaran ilegal mining, tertuang di dalam UU Nomor 4 Tahun 2009 pasal 158. Dimana setiap orang melakukan usaha pertambangan tanpa ijin dapat dipidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar.

Dari data yang pihaknya miliki, Muis mengatakan, pada Juli 2016 lalu Kapolda Kaltim yang saat itu dijabat purnawirawan Irjenpol Safaruddin membentuk satgas tambang.

“Tapi kami menilai satgas yang pernah dibentuk tersebut minim prestasi dalam hal penindakan,” ungkapnya.

Selanjutnya pada 2018, Pemkot Samarinda juga membentuk satgas tambang. Namun hasilnya juga sama. Satgas tersebut bubar tanpa ada yang telah ditindak.

Atas dasar itu, Muis menilai pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam pemberantasan ilegal mining belum optimal. Bahkan cenderung melakukan pembiaran terhadap aktivitas ilegal tersebut.

Dengan begitu, elemen mahasiswa memberikan menggambarkan warning bagi pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk segera mungkin merumuskan formulasi dalam hal mewujudkan zero ilegal mining di Kaltim.

“Hal tersebut menjadi penting dilakukan untuk meyakinkan publik bahwa pemerintah dan aparat penegak hukum benar-benar bekerja menyelesaikan permasalahan yang meresahakan masyarakat. Sehingga tidak ada lagi kecurigaan adanya kongkalikong antara pemerintah, aparat penegak hukum dalam melanggengkan aktivitas ilegal mining,” pungkas Muis.

Lebih lanjut. "Diskusi ini, lanjut Muis, sebagai upaya untuk menyatukan persepsi dan gerak kaum muda dalam mengawal SDA di Kaltim," sambungnya.

Menghadirkan sejumlah ketua lembaga dan organisasi mahasiswa yang tergabung di kelompok Cipayung plus sebagai pembicara. Termasuk Jaringan Advoasi Tambang (Jatam) Kaltim.

Sementara itu, Jatam Kaltim, Theresia Jari menuturkan tambang ilegal ini merupakan isu lama. Ia menceritakan kembali perihal kasus mantan dekan Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul yang jabatannya dicopot karena menyalahgunakan kewenangan pada 2010 silam.

Dimana APBD Kaltim digelontorkan sekitar Rp 9 miliar untuk pembuatan 9 laboratorium Faperta. Namun kawasan tersebut dia manfaatkan untuk mengambil batu bara.

Kini mantan dekan Faperta itu dijerat hukuman selama 1,5 tahun. Pun begitu dengan operator yang bekerja.

Menurutnya, tambang legal atau ilegal itu sudah sangat tipis perbedaannya, bahkan mulai sulit dibedakan karena cara kerjanya sama.

Kondisi saat ini, telah ada regulasi yang jelas, arah jelas, dan pemerintah tinggal ambil langkah. Tapi malah terlihat tidak jelas. Terkesan tidak niat dan tidak ada itikad baik.

Tambah Tere sapaannya dia lagi, bukti sudah jelas ada anak meninggal di lubang tambang, saksinya ada. Namun tidak ada langkah tegas yang diambil pemerintah.

"Mau wewenangnya pindah ke mana pun, mereka tetap tidak serius. Tambang adalah mesin ATM bagi pemerintah yang kini berkuasa,” pungkas Theresia.

Kegiatan digelar di cafe Bilangan Jalan Basuki Rahmat, Samarinda, Senin (2/11) kemarin.

Diskusi tersebut digagas, Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Kalimantan Timur-Kalimantan Utara (Kaltimtara). (*)

Tag berita:
Berita terkait