POLITIKAL.ID - DPRD Kaltim angkat bicara mengenai Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang melarang thritingan atau penjualan baju bekas impor.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Nidya Listiyono menilai kebijakan itu tidak hanya dapat dilihat dari satu sisi saja melainkan banyak pertimbangan yang bisa saja berkembang.
Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) ini menyebutkan ada dua motif yang dapat menjadi latar belakang mengapa hal itu mengundang komentar.
Pertama upaya yang dilakukan termasuk mendukung produk dalam negeri, namun pandangan lain justru terbesit larangan tersebut tak ditemukan letak kesalahannya.
"Dari sisi ekonomi itu dalam bentuk perlindungan terhadap produk dalam negeri. Disatu sisi tapi menurut saya kita perlu kaji. Kalau dari sisi bisnis memang kemudian dilarang di mana salahnya kan gitu poinnya," ucap Nidya, Jumat (24/3/2023).
Ia menegaskan apabila tujuannya untuk meningkatkan eksistensi produk dalam negeri pemerintah dituntut agar dapat memperhatikan para pelaku usaha penjual baju bekas impor yang saat ini banyak digandrungi oleh anak muda.
"Tentu ini perlu ada aturan main yang baik supaya teman-teman pengusaha atau pedagang baju tersebut tidak kemudian mendapatkan dampak yang telak," jelasnya.
Selain itu ia juga menekankan kepada para pelaku usaha pakaian dan sejenisnya dengan membawa produk dalam negeri juga dapat memperhatikan kualitas dari barang buatannya, jangan sampai dari segi kualitas yang kurang berdampak terhadap minimnya peminat.
"Tapi kalau menurut saya tentu masyarakat bisa menilai memang kalau produk dalam negeri biasanya cepat rusak dalam arti kalah bersaing dengan brand luar negeri. Nah ini menjadi perhatian saja untuk brand dalam negeri supaya bisa bersaing lebih kompetitif," tutupnya.
(Advertorial)