"Kolam retensi atau polder air, kalau dibuat dari awal butuh biaya besar, kalau dari void lebih efisien, tinggal melakukan sedikit perbaikan di tanggul kolam," ungkapnya.
"Ada polder bekas tambang yang berhasil di Samarinda, yakni Polder Air Hitam. Kami pelopori pembangunannnya. Polder ini menjadi penampung sementara. Ketika hujan lebat dan volume air tinggi, air akan ditampung ke dalam polder. Setelah surut, dengan sistem pompa, air akan dialirkan secara perlahan ke sungai," sambungnya.
Pemanfaatan void sebagai polder pengendali banjir di Samarinda, menurut Andi Harun bisa direalisasikan, sebab sesuai peraturan Menteri LHK, bekas lubang tambang bisa dimanfaatkan sebagai tambak, penyediaan air baku, agrowisata, hingga polder air pengendali banjir.
"Secara regulasi sudah terpayungi, kebiajakan Menteri LHK RI, Sekarang ada istilah reklamasi dalam bentuk lain, tambak, wisata, salah satu yang kami pikirkan dalam bentuk lain adalah menjadi salah satu instrumen pengendali banjir di Samarinda," paparnya.
Dengan berjalannya konsep ini, diharapkan tidak ada lagi asumsi masyarakat yang menganggap tambang sebagai salah satu penyebab banjir di Kota Tepian.
"Sehingga tidak lagi pelaku tambang, penggusaha tambang yang jadi tersangka dalam tanda kutip, ketika terjadi banjir di satu kota di Kaltim," pungkasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Diksi.co dengan judul "Upaya Pengendalian Banjir di Samarinda, Perhapi Kaltim Usulkan Lubang Tambang Jadi Polder Air"