Meski Disorot Publik, Pergantian Ketua DPRD Tetap Dilaksanakan
Rabu, 7 September 2022 19:15
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Lembaga legislatif Provinsi Kaltim mendapat soroton publik. Berawal pergatian Antarwaktu (PAw) Ketua DPRD Kaltim Makmur HAPK dari Partai Golkar. Seketika keputusan itu ditolaknya. Wakil rakyat Daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Berau itu mengajukan banding ke Partai Golkar melalui Mahkamah partai (MP). Namun upaya tersebut gagal membuahkan hasil. Berangkat dari ketidakpuasan hasil MP Golkar, Makmur HAPK didampingi Penasihat Hukumnya (PH) Andi Asran Siri dan Rifki mengajukan gugatan ke PN. Sebanyak dua kali gugatan disarangkan Makmur. Dan kemarin putusan Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan gugatan wakil rakyat dapil Berau tersebut. Kendati begitu, mayoritas anggota DPRD Kaltim serempak berpegang pada SK Mendagri untuk mengangkat dan meresmikan Hasanuddin Mas'ud sebagai ketua dewan, hari Senin (12/9/2022) mendatang. Padahal salah satu poin putusan PN Samarinda, menyatakan Makmur HAPK tetap menduduki kursi Ketua DPRD Kaltim, hingga 2024 mendatang. Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun menyampaikan agenda pelantikan tersebut sesuai dengan SK Mendagri, yang terbit pada 16 Agustus lalu. "Kita belum terima putusan PN Samarinda. Saya tahu masih simpang-siur, jadi kami masih menunggu salinan putusan itu," kata Samsun hari Rabu (7/9/2022). Samsun menerangkan, pihaknya tetap menghargai keputusan dari PN Samarinda. Hanya saja, DPRD Kaltim akan tetap patuh untuk melaksanakan tugas yang tertuang dalam SK Mendagri. "Pada prinsipnya kami menghargai keputusan pengadilan, dan upaya hukum semua pihak. Kami melaksanakan hukum tata negara. Di mana kami harus melaksanakan tugas dalam SK Mendagri, tetap kami melaksanakan itu," paparrnya. Politisi PDIP itu menegaskan, pelantikan 12 September, hanya bisa dibatalkan jika ada perubahan atau evaluasi SK Mendagri yang telah terbit. "Kalau ada upaya hukum silahkan, sampai ada perubahan keputusan Mendagri. Ketika sudah ada perintah Mendagri memerintahkan yang berbeda maka kami akan ikuti," ungkapnya. Disinggung terkait DPRD tidak menjalankan hasil keputusan PN Samarinda, Samsun kembali menyampaikan hanya patuh pada perintah Mendagri. "Saya menjalankan keputusan Mendagri. Kami tunduk dan patuh. Acuannya tetap SK Mendagri," lanjutnya. Sementera itu, jika nantinya Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim tidak hadir dalam pelantikan, Samsun menerangkan pihaknya terus melakukan koordinasi. Pelantikan disebut akan digelar di salah satu hotel berbintang di Samarinda. Untuk biaya pelantikan dibebankan ke anggaran kesekretariatan DPRD Kaltim. "Kami masih koordinasi terus, termasuk untuk Ketua Pengadilan Tinggi Kaltim yang akan melantik," ungkap dia lagi. Sementara itu sebelumnya, Pengamat Hukum dari Universitas Mulawarman, Warkhatun Najidah memberi pandangan terkait terkabulnya gugatan ini. "Kalau menyikapi SK mendagri ya, saya juga melihat ya persiapannya DPRD hari ini untuk melakukan pelantikan, dalam pandangan hukum, yang mana kekuatan hukum tetap ada pandangan lain selain telah inkrah ya, tetapi ada upaya-upaya lain, itu yang menyebabkan hukum itu masih bergerak," terang Najidah, Selasa (6/9/2022) kemarin. "Pak Makmur kemarin sudah dinyatakan sudah selesai, tetapi kan menggugat lagi, ini memang haknya," imbuhnya. Terkait dengan hal tersebut, maka sebaiknya Pemerintah harus menghormati Putusan Pengadilan yang sah. Sebagai aparatur negara pemerintah mesti tunduk pada pasal 7 ayat 2 UU 30 Tahun 2014 tentang Adminsitrasi Negara. Pasal itu memerintahkan, kepada pemerintah agar melaksanakan Keputusan dan atau Tindakan yang sah dan Keputusan yang telah dinyatakan tidak sah atau dibatalkan Pengadilan, pejabat yang bersangkutan, atau Atasan Pejabat. Kedua mematuhi putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Sejatinya upaya politik dan kebijakan pemerintah bukan hanya harus dilakukan berdasarkan hukum tetapi juga dipertimbangkan dalam kondisi hukum yang sudah pasti. Maksudnya adalah ketika masih ada upaya yang lain dalam sebuah proses hukum, tentunya juga harus dipertimbangkan. Proses panjang yang telah berjalan hingga keluar SK Mendagri tentunya juga memiliki pertimbangan hukum. Namun demikian upaya hukum yang dilakukan seseorang adalah Hak konstitusional sebagai warga negara. Najidah kembali menegaskan pemerintah harus mempertimbangkan upaya hukum terakhir yang sedang berjalan. "Nah ini kelajuan proses politiknya, nunggu proses pengadilan, nah bagaimana kalau hasilnya seperti ini?. Tetapi prinsipnya pemerintah harus tunduk pada proses pengadilan," menurut Najidah. "Pelantikan tidak bisa dilakukan karena hukum masih bergerak, (Makmur HAPK) masih sah sebagai Ketua DPRD," imbuh Najidah. Najidah melanjutkan, disinilah arti penting sebuah perselisihan menemukan jalan sesuai dengan apa yang diatur tetapi juga apa yang telah ditetapkan. Perubahan Kebijakan dalam Hukum Administrasi Negara adalah sebuah hal yang biasa jika pada perubahan tersebut dirasakan atau ditemukan fakta hukum lain yang berkemungkinan membatalkan sebuah ketetapan pejabat negara. "Daripada nanti gitu ya, ini kan kebesaran hati partai politik untuk tunduk pada hukum itu juga harus diangkat topi oleh masyarakat. Tetapi dengan hormatnya partai politik dan pemerintah atas putusan pengadilan yang telah ditetapkan itu justru membuat nama baik menurut saya," pungkas Najidah. (001)
Berita terkait