POLITIKAL.ID - Ketua Forum Komunikasi dan Aspirasi Anggota DPD-DPR RI Dapil Papua dan Papua Barat atau MPR for Papua, Yorrys Raweyai, mengkritik pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD yang menyatakan data tahanan politik (tapol) dan korban meninggal di Nduga, Papua dari pengacara HAM Veronica Koman sebagai 'dokumen sampah'.
Menurutnya, Mahfud sebagai representasi dari Presiden Joko Widodo tidak etis menyampaikan pernyataan seperti itu. Dia menilai pernyataan Mahfud itu menunjukkan keengganan pemerintah untuk membuka keran komunikasi dengan semua pihak untuk menyelesaikan masalah Papua.
"Mahfud MD sebagai menteri pembantu Presiden, tidak etis menyampaikan itu," kata Yorrys kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (14/2).
Dia menerangkan, data tapol dan korban meninggal di Nduga dari Veronica itu sebenarnya bukan informasi baru. Namun, menurutnya, data tersebut bisa menunjukkan persoalan akut dan krusial tentang Papua yang selama ini mengendap dan membutuhkan respons yang arif, bijaksana, serta komprehensif dari pemerintah.
"Informasi itu seharusnya diterima sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam menyikapi kompleksitas persoalan di Papua yang mengalami peningkatan dari waktu ke waktu," ujarnya.
Senator asal Papua itu pun menilai bahwa Papua sedang membutuhkan ruang dialog untuk menyuarakan aspirasi saat ini. Menurut Yorrys, pemerintah perlu membuka mata dan telinga daripada menyimpulkan secara sepihak atas kegelisahan yang berkembang di Papua saat ini.
Ia menyampaikan pihaknya sudah menginventarisasi persoalan di Papua dan membuat konsep penyelesaian masalah di Papua dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonssia (NKRI).
"Namun ada kasus yang mencuat dan mengemuka terutama di Nduga yang menjadi polemik di dunia internasional apalagi kasus Mispo Gwijangge menjadi keprihatinan," katanya.
Lebih jauh, Yorrys menyampaikan bahwa pimpinan MPR, DPR, dan DPD akan mengunjungi Papua pada awal Maret 2020 untuk melihat secara langsung kondisi di wilayah tersebut.