Refleksi HUT RI 76, Aktivis Lingkungan Sebut Indonesia Belum Merdeka
Selasa, 17 Agustus 2021 5:19
IST
POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Krisis iklim semakin nyata di Kaltim. Berikut penggalan sajak dari aktivis lingkungan Kaltim. "Bangsa kita dulu memang dijajah. Tetapi saat ini, kitalah penjajah itu sendiri". Ya, sebuah pemahaman skeptis dikalangan aktivis melihat realita kehidupan berbangsa dan bernegara seperti saat ini, ketika oligarki masih berkuasa. Hal ini pun disebut - sebut terjadi bukan karena ulah siapa-siapa melainkan diri kita sendiri. Jika melihat data Rencana Tata Ruang Wilayah yang dirilis Pemerintah Provinsi Kaltim. Baru sekitar 17,3 persen dari total 12,7 hektare lahan daratnya yang masuk dalam kawasan lindung Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA). "Sementara 87,7 persen lahan sisanya, diberikan kepada perusahaan untuk dikeruk isinya," ujar Aktivis Lingkungan Kaltim, Yudistira melalui rilisnya kepada media ini, Selasa (17/8/2021). Disebutnya jika berkaca dari data yakni, luasan konsesi industri tambang Batubara mencapai 5,3 Juta hektare. Selain itu, luas konsesi industri Minyak dan Gas (Migas) mencapai 13,9 Juta hektare. Luas perkembunan Kaltim mencapai 3,3 Juta hektare, luas Hak Pengusahaan Hutan mencapai 4,3 Juta hektare dan luas Hutan Tanaman Industri mencapai 4,5 Juta hektare. "Jika dikalkulasikan mencapai 31,8 Juta hektare. Padahal total luas wilayah Kaltim, jika diukur dari darat hingga 12 mil laut, hanya mencapai 16 Juta hektare saja. Loh, bagaimana bisa ?," cetusnya. Menurutnya, hal ini terjadi karena pemberian izin yang tumpang tidih serta tidak mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan dan ruang hidup untuk masyarakat serta lingkungan hidup. Alih-alih mempersiapkan diri serta menjaga komitmen Paris Climate Accords untuk mengurangi peningkatan suhu bumi agar tidak meningkat 1,5 derajat Celcius. Namun, bertumpah ruahnya pemberian izin kepada industri ekstraktif Kaltim justru mempercepat kenaikan suhu bumi itu sendiri. "Perjanjian Paris seolah janji manis kepada pihak internasional dari pemerintah Indonesia dan Provinsi Kaltim. Setiap kali suhu bumi semakin meningkat, setiap itu juga kita sadar diri kepada kiamat. Tidak lain dan tidak bukan, kita adalah pelaku kiamat itu sendiri," ungkapnya. "Alhasil, pada tahun ke-76 kemerdekaan ini. Kami mengajak seluruh elemen masyarakat, pemerintah, dan pihak-pihak lain untuk sadar bahwa krisis ekologis itu sangat nyata. Kita tidak merdeka seutuhnya saat ancaman kiamat iklim semakin nyata di Kaltim," sambungnya. (*)
Berita terkait