POLITIKAL.ID - Langkah Presiden Joko Widodo yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan terus menyulut kecaman. Salah satunya dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menolak keras terbitnya Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang merevisi Perpres No 82 Tahun 2018 terkait iuran BPJS Kesehatan.
Presiden KSPI Said Iqbal menyampaikan, setidaknya ada tiga alasan yang mendasari penolakan KSPI terhadap kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Pertama, melanggar ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
"Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehaatan, maka ada potensi hak rakyat untuk memperoleh layanan kesehatan akan terganggu. Karena kenaikan itu memberatkan masyarakat, sehingga mereka tidak lagi memiliki kemampuan untuk mengiur," kata Said Iqbal dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Penolakan itu dikarenakan saat ini banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. Menurut dia, negara seharusnya berkewajiban untuk melindungi kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Bukan malah membebani rakyat dengan menaikkan iuran.
Kedua, KSPI menilai kenaikan tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU 40/2004 tentang SJSN dan UU 24/2011 tentang BPJS. Dalam beleid itu disebutkan bahwa BPJS Kesehatan bukanlah BUMN, tetapi berbentuk badan hukum publik.
Said menuding pemerintah tidak boleh seenaknya menaikkan iuran secara sepihak tanpa meminta persetujuan dari pemilik BPJS Kesehatan. Adapun pemilik BPJS Kesehatan adalah mereka yang mengiur iuran yang terdiri dari pemerintah yang membayar biaya untuk Penerima Bantuan Iuran, pengusaha yang membayar iuran untuk buruh sebesar 4% dari gaji, buruh yang membayar iuran sebesar 1% dari gaji, dan masyarakat yang mengiur sesuai dengan kelas yang dipilihnya.