Sabtu, 18 Mei 2024

Kemenhub Tolak Penghentian KRL Sementara, Fadli Zon: Respons Tersebut Sangat Memprihatinkan

Minggu, 19 April 2020 2:35

Anggota DPR Fadli Zon menilai efektivitas PSBB sulit dicapai jika pemerintah pusat masih saja bersikap kontra terhadap sejumlah inisiatif kepala daerah. Foto/SINDOnews

POLITIKAL.ID - Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) per hari Sabtu 18 April 2020 sudah genap berlaku di seluruh wilayah Jabodetabek yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan penduduk hampir 30 juta.

Jabodetabek sejauh ini menjadi episentrum kasus virus Corona (Covid-19) di Indonesia. Dengan pembatasan, meskipun pemberlakuannya tak berjalan serentak, kita berharap penerapan status tersebut bisa memutus rantai penularan.

"Sayangnya, efektivitas PSBB sepertinya sulit dicapai jika pemerintah pusat masih saja bersikap kontra terhadap sejumlah inisiatif kepala daerah," kata Anggota DPR, Fadli Zon dalam siaran persnya, Minggu (19/4/2020).

Misalnya, sambung dia, usulan Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat agar Kementerian Perhubungan menghentikan operasional KRL (Kereta Rel Listrik) Commuter Line di Jabodetabek selama 14 hari, ditolak oleh Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan tanpa diskusi yang mendalam.

"Respons tersebut sangat memprihatinkan," katanya.

Dia mengatakan, penyebaran Covid-19 dari manusia ke manusia. Tanpa pembatasan aktivitas orang, tidak akan bisa memutus rantai penularannya.

Menurut Fadli, kereta listrik (KRL) adalah salah satu rantai penting penularan virus tersebut. Menurut pemerintah Kabupaten Bogor, misalnya, rata-rata pasien positif terinfeksi virus Covid-19 yang berdomisili di Kabupaten Bogor, tertular di KRL.

Sementara, lanjut dia, Kementerian Perhubungan beralasan masih ada delapan sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa PSBB, seperti sektor yang bergerak di bidang kesehatan dan pangan, sehingga mereka tak bisa melarang KRL agar berhenti beroperasi.

Penghentian KRL akan membuat banyak orang tidak bisa bekerja. Padahal, mereka bekerja di sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi selama PSBB, yang tersebar di daerah-daerah penyangga ibukota. Menurut Luhut, jika operasional KRL diberhentikan, malah dapat menimbulkan masalah baru.

Menurut Fadli, secara administratif, argumen yang dikemukakan pemerintah pusat tersebut benar. Namun, alasan itu tidak menjawab kebutuhan riil untuk mengatasi wabah ini.

"Kita sama-sama tahu kebijakan PSBB sebenarnya tak mencukupi untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Yang dibutuhkan kan sebenarnya karantina wilayah (lockdown), bukan PSBB. Namun, karena pemerintah pusat tak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat selama periode karantina wilayah, akhirnya yang dipilih adalah kebijakan PSBB," tuturnya.

Menurut dia, semua mengetahui pembatasan yang ada saat ini sebenarnya tidak cukup untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Itu sebabnya, sejumlah pihak kemudian berinisiatif melengkapinya dengan sejumlah kebijakan tambahan. Termasuk, sambung dia, usulan agar operasional KRL di wilayah Jabodetabek dihentikan sementara. Menurut saya, usulan taktis ini sangat realistis dan bisa efektif sesuai tujuan.

"Pertanyaannya kemudian pemerintah pusat ini intensinya sebenarnya ingin menghentikan penyebaran virus, ataukah sekadar memenuhi tuntutan administratif PSBB semata?" tutur Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.

Menurut dia, penghentian sementara operasi KRL tak boleh dibenturkan dengan batas kewenangan status PSBB. Di tengah situasi darurat, fokus kebijakan publik mestinya adalah problem solving serta berorientasi mengatasi kegagalan. Karena itu, lanjut dia, penolakan Menteri Perhubungan dapat berakibat kurang efektifnya PSBB. Sama halnya dengan mudik.

"Saya termasuk yang berpendapat mudik dilarang. Tapi pemerintah pusat hanya mengimbau. Bagaimana dengan nasib para pekerja yang bidang usahanya masih diperbolehkan buka selama PSBB jika operasional KRL dihentikan?" tuturnya.

Menurut dia, adalah wilayah kebijakan para kepala daerah mencarikan jalan keluarnya, apalagi mereka punya kewenangan berhubungan dengan para pelaku usaha di wilayah masing-masing.

"Apakah kepala daerah akan mengatasinya dengan pengadaan bus jemputan karyawan, atau kebijakan lain yang memungkinkan para pekerja di bidang-bidang tertentu tetap bisa bekerja, itu sepenuhnya biar diatur oleh kepala daerah terkait. Pemerintah pusat hanya perlu membantu kepala daerah dengan memberi izin penghentian operasi KRL saja," tuturnya.

Menurut dia, kebijakan apa pun yang lahir di saat krisis, pasti tak bisa memenangkan semua kepentingan. Tujuan kebijakan publik bukan itu. Di tengah pandemi Covid-19, tujuan utama bersama adalah menghentikan penyebaran virus dan memutus rantai penularannya.

Fadli menilai penghentian sementara operasional KRL perlu dipertimbangkan untuk segera dipenuhi. "Apalagi penghentian itu bersifat sementara, hanya 14 hari. Jangan sampai muncul kesan pemerintah pusat terus-menerus menjegal keputusan kepala daerah dalam mengatasi pandemi ini," tuturnya. (*)

Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Luhut Tolak KRL Disetop Sementara, Fadli Zon: Sangat Memprihatinkan"

Tag berita:
Berita terkait