POLITIKAL.ID, SAMARINDA - Bawaslu menyebut KPU Samarinda dalam hal ini jajarannya di tingkat Kelurahan diduga melanggar administrasi kepemiluan.
Hal itu sama saja melanggar azaz keterbukaan, demokratisasi dalam pelaksanaan pilkada Samarinda.
Selasa pagi (8/9/2020) Bawaslu Kota Samarinda memanggil 55 orang ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) di masing-masing Kecamatan.
Pemanggilan PPS lantaran adanya dugaan pelanggaran administrasi dalam tahapan Pilkada
Hal ini disampaikan Ketua Bawaslu Kota Samarinda, Abdul Muin. Disebutkan Abdul Muin, pihaknya memanggil seluruh PPS yang ada di Samarinda.
"Ada 55 PPS di Kota Samarinda yang kami undang kemarin, agendanya meminta klarifikasi," kata Muin sapaannya saat dihubungi awak media, Selasa (8/9/2020)
Dugaan pelanggaran administrasi tersebut ditemukan pada saat rapat pleno Daftar Pemilih Hasil Pemutakhiran (DPHP) tingkat Kelurahan beberapa waktu lalu, PPS tidak memberikan salinan formulir model A.B-KWK yaitu Daftar Perubahan Pemilih Hasil Pemutakhiran kepada pengawas Kelurahan.
Padahal menurut Muin, hal itu tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 19 Tahun 2019 pasal 12 ayat 11 keterbukaan data kepada Bawaslu.
Salah satu cirinya adalah azaz keterbukaan, ini sudah diatur pkpu 1 2017, pasal 2 huruf g, kemudian pkpu 6 2020 pasal 2 huruf g terkait azaz keterbukaan, yang menjadi pijakan pelaksanaan pilkada.
Jika formulir model A.B KWK tersebut tidak diberikan maka Bawaslu tidak bisa melakukan pencermatan karena tidak mengantongi data.
"Sehingga PPS dipanggil untuk diminta klarifikasinya. Mulai pagi tadi sampai jam 3 atau 4 sore nanti, banyak yang kami panggil, bergantian," terangnya.
Proses klarifikasi yang dilakukan Bawaslu merupakan mekanisme penanganan pelanggaran yang harus ditempuh sesuai Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2017, bahwa setiap adanya dugaan pelanggaran baik itu laporan atau temuan maka menjadi keharusan untuk ditindaklanjuti.
"Ini SOP yang harus kami lakukan untuk mencari alat bukti. Tentu ada sanksi, yakni administrasi sesuai dan juga sudah diatur dalam PKPU 19 tentang pelanggaran administrasi di KPU," pungkasnya.
Ditambahnya lagi, Bawaslu ingin agar supaya pelaksanaan pilkada berjalan demokratis, karena itu penyampaian data dari pps kepada petugas Bawaslu di Kelurahan juga mesti diberikan.
Dirinya menganggap bahwa dengan tidak diberikannya data itu, ada indikasi tidak ada azaz keterbukaan dari jajaran KPU.
"Ini pelanggaran administrasi dari KPU," pungkasnya. ( Redaksi Politikal - 001 )