Senin, 25 November 2024

4 Kontroversi Arya Wedakarna Bikin Masyarakat Ngamuk hingga Ngaku Jadi Raja Majapahit

Rabu, 3 Januari 2024 20:51

POTRET - Anggota DPR RI, Arya Wedakarna. / Foto: Istimewa

POLITIKAL.ID  - Anggota DPD RI asal Bali, Arya Wedakarna alias AWK menuai kecaman dari masyarakat Indonesia di media sosial setlah beberapa kali melakukan kontroversi. 

Kali ini, pernyataan senator itu menyinggung SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). 

Berdasarkan potongan video yang beredar, Wedakarna menolak staf penyambut tamu atau frontliner Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, menggunakan penutup kepala. Senator yang juga bekas personel boyband FBI itu tampak berbicara dengan nada tinggi di depan pihak bandara dalam sebuah rapat.

"Saya nggak mau yang frontline-frontline itu, saya mau gadis Bali kayak kamu, rambutnya kelihatan, terbuka. Jangan kasih yang penutup-penutup nggak jelas. This is not Middle East. Enak aja di Bali. Pakai bunga kek, apa kek, pakai bije di sini," kata Wedakarna sebagaimana dalam video yang beredar.

Pernyataan Wedakarna yang viral di media sosial itu dikecam Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali. Kasus tersebut sekaligus menambah daftar kontroversi pria yang kembali maju sebagai calon DPD RI pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 itu.

Sebelumnya, Wedakarna pernah dipolisikan lantaran diduga mengaku-ngaku sebagai Raja Majapahit. Tak hanya itu, ia juga sempat didemo oleh warga Nusa Penida lantaran tersinggung dengan ucapan Wedakarna yang dianggap melecehkan keyakinan mereka. Berikut ulasannya.

Dikecam MUI Bali

Ketua Harian Bidang Hukum MUI Bali, Agus Samijaya, menyesalkan pernyataan Wedakarna yang menolak staf penyambut tamu Bandara I Gusti Ngurah Rai menggunakan hijab. Menurutnya, sikap Wedakarna itu bisa mengarah ke penistaan agama.

"MUI sangat prihatin dan kecewa dengan sikap dan perilaku AWK yang menurut MUI tidak pantas dilontarkan perkataan-perkataan seperti itu," ungkap Agus, Selasa (2/1/2024).

Agus mengungkapkan ucapan senator asal Bali itu juga mengandung esensi sikap rasisme. Menurutnya, tidak ada satu pun instansi pemerintah yang membuat kebijakan larangan menggunakan hijab dalam bekerja atau masyarakat lokal di posisi front line.

"Di daerah lain pun tidak ada aturan orang lokal harus di depan dalam bekerja di instansi apapun. Menurut saya itu yang menyentuh dapat berpotensi mencederai kerukunan antar umat beragama di Bali," imbuh Agus.

Agus berharap masyarakat Bali tidak terprovokasi dengan pernyataan yang dilontarkan Wedakarna. Ia menduga pernyataan berbau SARA itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoral di Pemilu 2024.

"Jangan-jangan itu hanya digunakan sebagai komoditas politik untuk meningkatkan elektoralnya di Pemilu 2024 dengan mencari perhatian publik," ungkap Agus.

"Dia harus ingat bahwa Bali adalah bagian dari NKRI bukan terpisah. Semua warga umat apapun berhak bekerja di Bali dengan memegang prinsip-prinsip agama masing-masing," imbuhnya.

Halaman 
Tag berita: