Menurut Wahyuningsih, penggunaan kata-kata dan istilah yang tidak umum juga menarik. Misalnya, Carbon Capture and Storage dan SGIE.
Padahal, seharusnya Gibran menggunakan diksi yang mudah dimengerti oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, bukan hanya oleh sekelompok elite dan akademisi saja.
Pemberian narasi awal sebelum masuk ke dalam pertanyaan juga dapat mempermudah masyarakat untuk memahami apa yang hendak dipertanyakan, bukan langsung ke pertanyaan dan menggunakan kata-kata atau istilah asing.
“Sehingga yang memang dibutuhkan dari seorang pemimpin untuk masa yang akan datang antara lain adalah menjadi active listener, mendengarkan secara seksama pesan yang disampaikan oleh lawan bicara, memahami secara dalam apa yang menjadi pokok permasalahan dan memberikan jawaban-jawaban yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi,” tuturnya.
Wahyuningsih menambahkan memiliki keahlian sebagai code switcher, memahami cara memilih istilah atau kata-kata yang tepat untuk disampaikan kepada lawan bicaranya dalam konteks apa saja sangat penting sehingga tidak terkesan menguji dan menjatuhkan lawan bicaranya.
“Pemimpin di masa yang akan datang tidak hanya mengedepankan impression building. Membangun kesan yang baik di depan audience, terutama generasi Z yang sangat mendewakan istilah-istilah asing, sehingga dianggap ia pintar,” harapnya.
(Redaksi)