POLITIKAL.ID - Berita Mancanegara yang dikutip POLITIKAL.ID tentang pemicu perang teluk.
Di saat pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tinggal satu bulan lebih, dia memberikan lampu hijau bagi Israel untuk melakukan pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh.
Tujuannya bisa jadi memicu perang Teluk dengan Iran dan mempersulit diplomasi nuklir yang dilakukan Teheran terhadap pemerintahan AS Joe Biden mendatang.
Ketika Trump lebih suka mengurangi pasukannya di Irak dan Afghanistan, dia justru lebih suka bermain konflik dengan Iran.
Kenapa? AS dengan aliansi terutama Arab Saudi dan Israel tidak lebih memiliki kepentingan dengan Afghanistan dan Suriah karena ISIS sudah tamat.
Mereka memiliki musuh yang nyata yakni Iran.
Dengan membuka konflik dengan Iran, maka perang skala besar bisa dimainkan.
Hezbollah akan ikut dalam konflik dan Iran bisa saja meluncurkan misil jarak jauhnya.
Skenarionya, AS akan menghentikannya dan melancarkan serangan ke Iran.
"Pemerintah Trump ingin menciptakan kebencian sehingga proses rekonsiliasi di masa depan tidak akan terjadi," kata Nick Paton Walsh, analis politik Timur Tengah dilansir dari CNN.
Maklum, Presiden terpilih AS Joe Biden memang menginginkan perundingan nuklir 2015 dalam jangka panjang.
Dalam pandangan Simon Tisdall, analis Iran, mengatakan pembunuhan terhadap ilmuwan Iran memicu dugaan kalau Trump dan aliansinya terutama Israel dan Arab Saudi, mencoba untuk mengajak rezim Teheran melakukan konfrontasi total.
"Trump masih memiliki kekuasaan dan lat untuk memicu kerusakan. Itu akan dianggap sebagai klimaks dalam kebijakannya terhadap Iran," katanya dilansir The Guardian.
Sebenarnya bukan Trump semata yang ingin berperang melawan Iran.
Adalah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu yang memiliki kepentingan dengan kekuatan nuklir di Iran.
Netanyahu juga menjadikan isu Iran untuk komoditas politik di dalam negerinya. Apalagi, dia akan menghadapi pemilu tahun depan.
Dia pun telah kehilangan sekutu sejatinya yakni Trump yang harus lengser pada pertengahan Januari mendatang.
"Israel tidak ingin berperang sendiri melawan Iran," kata Walsh. Dia mengunkapkan, Israel tidak ingin menghadapi misil Iran dari utara dan selatan, meskipun mereka memiliki sistem perlindungan misil yang canggih.
Timur Tengah memang kerap diwarnai ndengan ketegangan, temperamen yang terus memanas, retorika yang meledak, dan tindakan yang tidak bisa diduga sebelumnya.
Tidak ada bagian lain seperti Timur Tengah.