Namun demikian, pembunuhan Fakhrizadeh tidak akan berdampak banyak.
Meskipun badan pengamat nuklir Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menyebutkan kalau Fakhrizadeh merupakan otak di belakang rencana Amad yag mengembangkan bom nuklir.
IAEA menyebutkan Amad yang dibubarkan pada 2003, tetapi Fakhrizadeh masih memiliki jaringan ilmuwan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman membuat senjata nuklir.
Dengan tidak bekerja sejak 2003, tugas Fakhrizadeh melakukan koordinasi.
Ariane Tabatabai, peneliti Timur Tengah di German Marshall Fund, membandingkan pembunuhan Fakhrizadeh dengan pembunuhan jenderal Garda Revolusi Qassem Suleimani pada awal tahun ini.
“Fakhrizadeh merupakan jaringan utama dari program nuklir Iran yang dijuga dikoordinasi oleh Suleimani,” kata Tabatabai.
Dia mengungkapkan, Fakhrizadeh merupakan alat untuk mengembangkan dan menciptakan infrastruktur.
“Kematiannya bukan hal fundamental untuk menghalau program nuklir Iran,” jelasnya dilansir dari Guardian.
Kalau Ellie Geranmayeh, peneliti senior di European Council on Foreign Relations, sepakat dengan perbandingan tersebut.
Dia mengungkapkan, pembunuhan itu tidak akan berdampak pada penurunan kapasitas kemampuan nuklir Iran, jika Teheran menempuh opsi melakukan pengembangan nuklir.
“Ketika Fakhrizadeh diyakini memainkan peranan penting dalam aktivitas nuklir Iran, program itu tidak mungkin dipegang oleh satu orang. Misalnya, Pasukan Garda Revolusi Iran juga bukan hanya kasus pembunuhan Soleimani semata,” kata Geranmayeh.
Dia menegaskan, tujuan pembunuhan Fakhrizadeh tidak ingin melemahkan program nuklir, tetapi melemahkan diplomasi.
Musuh-musuh Iran sangat ingin mengetahui bagaimana respons Iran dengan pembunuhan ilmuwan tersebut?
Apakah Iran akan menahan urat syarafnya untuk melakukan serangan. Serangan balasan tentunya akan membuat pemerintahan Biden semakin sulit bernegosiasi dan situasi menjadi semakin kompleks yang dihadapi AS mendatang.
Semua itu merupakan strategi Trump untuk menjegal diplomasi Biden mendatang.
Pembunuhan Fakhrizadeh bukan tekanan terakhir selama beberapa hari era Trump yang akan berakhir pada pertengahan Januari mendatang.
“Permasalahannya adalah kamu ingin terus menekan tombol meskipun itu telah berjalan,” ujar Esfandiary.
Dia mengungkapkan, kelompok garis keras yang menguasai pemerintah Iran diperkirakan tidak akan menahan diri dengan pembunuhan mereka.
Mereka diprediksi akan membalas dendam. (*)
Artikel ini telah tayang di sindonews.com dengan judul "Perang Teluk Akan Kembali Pecah?"