Selain itu, spanduk bernarasi tendensius itu juga diduga kuat melanggar Pasal 187 ayat (2) ; Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan larangan pelaksanaan Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, atau huruf f dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 18 (delapan belas) bulan dan/atau denda paling sedikit, Rp600.000.00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak
Rp6.000.000.00 (enam juta rupiah).
"Bisa kita kategorikan negative campaign," tegas Abdul Muin.
Negative campaign jelas Abdul Muin bisa disamakan dengan black campaign. Karena narasi yang dimuat dalam spanduk bermuatan hal tendensius, dan berpotensi merugikan pasangan calon yang sedang berkontestasi.
"Karena kalau lebih ke arah fitnah yang tidak berdasarkan fakta yang ada dan cenderung mendeskriditkan calon tertentu, bisa disebut negative campaign," terangnya.
Meski demikian, Abdul Muin mengaku kalau untuk penerapan hukum pada pihak yang memasang spanduk juga cukup sukar dilakukan. Sebab aturannya, diperlukan kajian dan analisa mendalam, sebelum ditentukan masuk dalam ranah pelanggaran hukum atau tidak.
"Karena secara aturan, semua sudah ditentukan tempatnya (pemasangan spanduk dan prasarana pilkada). Jadi kalau ada ditemukan yang tidak sesuai bisa langsung diterbitkan oleh Satpol-PP (yang melalui koordinasi dengan Bawaslu Samarinda)," pungkasnya.
(tim redaksi)