(2). Polemik pejabat publik dan tokoh dari penegak hukum yang bermasalah dalam pengangkatan Guru Besar Kehormatan dan Doktor Kehormatan dari kalangan jaksa, hakim, maupun kepolisian, atau bahkan politisi;
(3). Polemik lanjutan BRIN;
(4). Skandal GB abal-abal yang belum tuntas diusut oleh Inspektorat Jenderal Kemendikbud-Ristek, maupun belum ditindaklanjuti oleh Kemendiktisaintek;
(5). Persoalan integritas akademik GB lainnya menyangkut mafia perjurnalan dan bahkan kejahatan publikasi antar negara (transnational organised crimes on publication), yang bentuknya dari produksi jurnal predatoris hingga mafia pencatutan penulis asing untuk tujuan metrics.
V) Maraknya kasus kekerasan seksual di kampus yang tidak mendapati pertanggungjawaban secara baik, adil dan lebih bertanggung jawab. Sejumlah kasus tercatat, pelecehan maupun kekerasan seksual yang terjadi di Universitas Pancasila (BBC 27/02/2024), di Unhas (Kompas 01/12/2024), di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan korban 17 orang, maupun pengaduan ke KIKA langsung, masih terdapat sejumlah kasus. KIKA menangani,
salah satunya, seorang pelaku kekerasan seksual yang mengorbankan, setidaknya 26 korban, baik mahasiswi maupun dosen di sebuah kampus di Yogyakarta (untuk keperluan perlindungan korban, tak bisa disebutkan kampusnya). Peristiwa ini berulang, sebagaimana tahun sebelumnya, berdasarkan catatan Kemendikbud per Juli 2023, terjadi 65 kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi (Detik.com 14/10/2024).
Ancaman diam-diam atau penggunaan upaya hukum untuk membungkam suara kritis dunia kampus maupun masyarakat sipil ternyata sebenarnya sudah lama dan masih juga terus berlanjut. Ini terjadi dengan dukungan ataupun dalam wujud pembiaran atas pertanggungjawaban kasus hukum, baik dari pemerintah maupun dari perguruan tinggi sendiri.
Apa yang terjadi kasus-kasus kebebasan akademik sepanjang tahun 2024, sebenarnya hanya mengulang peristiwa-peristiwa serangan yang terus menerus dari tahun ke tahun terjadi sejak 2015.
Maka dari itu, KIKA kembali mengingatkan Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik, khususnya prinsip 2, 3, dan, 4 terkait kebebasan penuh mengembangkan tri dharma perguruan tinggi dengan kaidah keilmuan, mendiskusikan mata kuliah dan pertimbangkan kompetensi keilmuan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan, dan larangan terhadap pendisiplinan bagi insan akademisi yang berintegritas.
Outlook kebebasan akademik pada 2025 dan di tahun mendatang, KIKA berharap banyak ada dan dijaganya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelesaian persoalan integritas akademik akibat dari beroperasinya ‘mafia kepangkatan’ Guru Besar. Berbasis tren, pola, mafia dan jaringannya, baik operasi di kampus, internal kementerian, relasi mafia perjurnalan dan modus modus yang ditemukan KIKA selama ini, memperkirakan jumlah guru besar yang seharusnya bisa dibatalkan melampaui lebih dari 100 guru besar (untuk masa pengangkatan 2022 hingga 2023, belum termasuk 2024). Kasus mudah, namun nyali kementerian kecil sekali.
Berdasarkan sejumlah situasi demikian, sejumlah hal menjadi desakan KIKA.
(1) KIKA mendesak Mendiktisaintek bertanggungjawab atas kekacauan masalah kegurubesaran dan mafia jabatan fungsional, dengan dorongan untuk tak ragu dan tegas memberikan sanksi pemberhentian guru besar. Ini termasuk pejabat publik yang telah menyiasati bersama elit kampus untuk menjadi guru besar, terutama dengan syarat manipulatifnya.
(2) KIKA mendesak Mendiktisaintek untuk terbuka menegaskan mindset atau orientasi pendidikan tinggi masa depan seperti apa, terutama bagaimana
dengan upaya mengaitkannya dengan strategi mengarusutamakan jaminan kebebasan akademik dalam kebijakan-kebijakannya sebagai prasyarat untuk
mengembangkan iklim keilmuan yang lebih bertanggungjawab, kuat dan melahirkan ekosistem pengetahuan yang lebih baik. Hal ini sejalan dengan
pernyataan lisan, Satryo Soemantri Brodjonegoro, yang dikutip bagian awal outlook ini.
(3) KIKA perlu mengingatkan kepada elit pengelola kampus, Rektorat dan jajarannya, untuk tak merendahkan muruah integritas akademik, dengan tidak menjadikan dirinya sebagai pelumas nafsu kekuasaan, transaksional memperdagangkan gelar akademik, serta lugas membentengi kebebasan akademik serta berani mengambil keputusan atas hal yang merusak muruah akademik.
(4) KIKA mendesak Mendiktisaintek dan juga Pimpinan perguruan tinggi tegas melaksanakan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana
Kekerasan Seksual (TPKS) dan Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi, dengan mendorong pihak pemerintah maupun kampus untuk tidak segan bertindak tegas terhadap kasus kekerasan seksual, termasuk KIKA memperingatkan keras bagi kampus agar serius mengimplementasikan Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
(5) KIKA mendorong dan terus bisa menumbuhkembangkan resiliensi insan kampus dan masyarakat sipil dalam membentengi kebebasan akademik yang semakin tertekan akibat serangan, ancaman, dan intimidasi oleh otoritas, baik internal perguruan tinggi maupun otoritas negara yang mengancam suara kritis mahasiswa, kelompok akademisi yang kritis terhadap kebijakan publik yang tidak tepat dan problem SDA, serta masalah serius integritas akademik di
Indonesia.
(tim redaksi)