POLITIKAL.ID - Seorang warga Samarinda, Irma Suryani, kembali memperjuangkan keadilan setelah menjadi korban dugaan penipuan cek kosong senilai Rp 2,7 miliar. Perjuangan hukum ini mencuat kembali setelah kuasa hukumnya, Jumintar Napitupulu, secara resmi mengambil barang bukti cek kosong dari Polresta Samarinda pada Rabu (13/11/2024).
Irma, yang didampingi oleh Jumintar, datang untuk mengambil barang bukti berupa cek kosong dengan nominal Rp 2,7 miliar. Cek kosong tersebut sebelumnya digunakan sebagai dasar pelaporan dan alat bukti penyelidikan kepolisian. Setelah mengambil kembali bukti utama dugaan penipuan tersebut, Jumintar memberikan pernyataan bahwa pengambilan barang bukti ini bertujuan untuk kepentingan proses hukum selanjutnya.
"Pengambilan ini berkaitan dengan kepentingan kami dalam melanjutkan proses langkah hukum selanjutnya," ucap Jumintar.
Irma diketahui akan membuat laporan ke Mabes Polri, Mabes Propam, Biro Wasidik, Komnas HAM, Menkopolhukam, dan Kejaksaan Tinggi Kaltim, dengan permintaan untuk melakukan gelar perkara khusus. Di balik pengambilan barang bukti tersebut, Jumintar menyampaikan adanya kekecewaan dari kliennya terhadap penyidik yang menangani kasus tersebut.
"Yang kami terima hanya SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) bahwa perkara cek kosong itu bukan merupakan tindak pidana. Namun, alasan penghentiannya tidak disampaikan kepada kami," ujar Jumintar.
Belakangan, Jumintar mengatakan pihaknya baru mengetahui alasan di-SP3-kannya laporan kliennya adalah tanda tangan yang tertera pada cek kosong tersebut.
"Tapi sampai sekarang kami tidak menerima hasilnya apa. Itu juga yang membuat kami janggal, karena dalam gelar kasus itu melakukan cek lab tapi kok malah dihentikan," heran Jumintar.
Jumintar menduga kejanggalan yang muncul selama proses penyelidikan ini dimungkinkan karena laporan yang dibuat menyeret pejabat tinggi di Kaltim. "Laporan klien kami itu sudah dilakukan sejak 2020 di Polresta Samarinda. Berselang satu tahun, proses laporannya naik ke tingkat sidik, tapi di tahun yang sama, tepatnya pada Desember 2021, kasus tersebut dihentikan proses penyidikannya," pungkasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Ary Fadli, melalui Kasat Reskrim, Kompol Fery Putra Samudra menjelaskan bahwa penyidikan yang dilakukan tidak memenuhi unsur pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
"Specimen tanda tangan di cek tidak sesuai dengan tanda tangan terlapor atau non identik. Hal itu dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium forensik cabang Surabaya di Bidang Labfor Polda Jatim," pungkasnya.
(Redaksi)