Padahal, rezim Trump bisa dibilang tak sepi peristiwa internasional. Dalam hanya rentang kurang dari setahun (hingga awal Januari 2020), Trump sudah menghabisi dua sosok penting: Baghdadi serta Soleimani. Yang satu panglima ISIS, lainnya jenderal Garda Revolusi.
Dua peristiwa itu berpotensi mengerek popularitas Trump. Kenyataannya, tingkat popularitas Trump tak terdampak secara signifikan.
Data dari FiveThirtyEight memperlihatkan, sejak Maret 2017, tingkat ketidaksukaan masyarakat terhadap Trump selalu berada di kisaran angka 50 persen. Data terbaru yang dilansir 2 Januari 2020 menunjukkan persentase ketidaksukaan tersebut bahkan menyentuh angka 53,1 persen. Hasil serupa juga muncul dalam jajak pendapat Gallup: approval rating Trump hanya berada di angka 45 persen (Desember 2019).
Peter Nicholas dalam “Trump Cultivated His Own Credibility Crisis on Iran” yang dipublikasikan The Atlantic (2020) menulis bahwa alasan mengapa popularitas Trump tak berubah adalah karena kredibilitasnya di mata masyarakat AS telah lebih dulu remuk.
Selama Trump menjabat, publik melihat betapa bebal dan sembrononya ia mengambil kebijakan. Trump menjadikan pemerintahannya one man show yang bikin publik muak. Ia seenaknya memecat pejabat, menuduh media-media arus utama menyebarkan hoaks, dan lebih suka berkelahi di Twitter ketimbang merumuskan program yang komprehensif.
Tak hanya itu, Trump juga terlibat banyak dugaan skandal: dari keterlibatan Rusia dalam Pilpres 2016 yang mengantarkannya naik ke tampuk kekuasaan sampai ancaman pemotongan bantuan militer bagi Ukraina sehubungan kasus Biden. Yang disebut terakhir bahkan berujung pemakzulan dirinya oleh Partai Demokrat.
Alih-alih mendapatkan lonjakan popularitas, reputasi Trump diprediksi malah kian jatuh. Pasalnya, keputusannya untuk menghabisi nyawa Soleimani bisa jadi melahirkan aksi balasan yang tak kalah mengerikan—mengancam nyawa warga AS, khususnya di Timur Tengah. Terlebih, para pengkritik juga berpandangan keputusan tersebut diambil guna memenuhi ambisi Trump—daripada demi kepentingan nasional.
"Satu lagi: Trump menghabisi Soleimani tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan Kongres. Keputusan itu diambil sewaktu ia tengah liburan di Florida."
Rasanya wajar bila popularitas Trump tak berubah signifikan. (*)
Artikel ini telah tayang di Tirto.id dengan judul Cara Trump Olah Isu Terorisme demi Elektabilitas