POLITIKAL.ID - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Purnomo Harahap, mendesak agar KPK segera melakukan penahanan terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR.
Yudi berpendapat bahwa proses hukum yang telah melalui praperadilan menunjukkan bahwa tidak ada pelanggaran aturan dalam kasus ini, sehingga penahanan terhadap Hasto adalah langkah yang tepat untuk mengatasi masalah hukum tersebut.
“KPK harus memanggil kembali Hasto sebagai tersangka dalam kasus suap maupun perintangan penyidikan, dan segera melakukan penahanan,” ujar Yudi dalam keterangan yang diterima Metrotvnews.com, Jumat, 14 Februari 2025.
Menurut Yudi, penahanan terhadap Hasto sangat penting agar kasus ini dapat segera diselesaikan tanpa berlarut-larut, sekaligus memastikan agar KPK tidak terkesan tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Dengan penahanan itu, KPK dapat fokus pada penanganan kasus-kasus lain yang lebih mendesak.
Yudi menilai bahwa jika KPK tidak segera bertindak, polemik di dalam lembaga antirasuah akan semakin melebar, yang justru dapat merugikan citra KPK sendiri di mata publik.
KPK sebelumnya telah mengungkapkan bahwa ada dana sebesar Rp400 juta yang diberikan oleh Hasto melalui stafnya, Kusnadi, sebagai suap kepada Wahyu Setiawan terkait proses PAW Harun Masiku. Uang tersebut diserahkan melalui amplop cokelat yang dimasukkan dalam tas ransel hitam.
Iskandar, Pelaksana Tugas (Plt) Kabiro Hukum KPK, menjelaskan bahwa uang tersebut digunakan sebagai operasional dalam pengurusan proses PAW anggota DPR untuk Harun Masiku, yang berusaha menyuap Wahyu Setiawan. Dalam keterangan, Kusnadi disebutkan menyampaikan bahwa uang itu adalah instruksi langsung dari Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Dana yang diserahkan tersebut diterima oleh Advokat Donny Tri Istiqomah, yang juga terlibat dalam proses suap untuk memuluskan PAW Harun Masiku.
Dengan bukti-bukti yang ada, Yudi Purnomo menegaskan bahwa KPK harus segera menindaklanjuti dengan melakukan penahanan terhadap Hasto, agar tidak ada kesan perlakuan istimewa bagi para pejabat yang terlibat dalam kasus tersebut.
(Redaksi)