Dalam konteks yang lebih luas, ide pemindahan massal warga Gaza telah mendapat dukungan dari beberapa pejabat Israel, termasuk Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, yang menyambut baik gagasan tersebut sebagai solusi untuk mengatasi masalah terorisme di Gaza dan membuka peluang hidup yang lebih baik bagi warga Palestina di tempat lain.
Namun, banyak pihak, termasuk Mesir dan Yordania, menyatakan bahwa mereka tidak akan menerima proposal tersebut, yang dianggap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional mereka.
Aktivis hak asasi Palestina terkemuka, Ameer Makhoul, mengatakan bahwa proposal Trump adalah bagian dari proyek Amerika yang diarahkan pada "rekonstruksi dan rekayasa demografi politik tanpa kamp dan upaya untuk membongkar ikatan rakyat Palestina".
"Dalam kasus Palestina, tidak ada pemindahan penduduk sementara, melainkan pemindahan permanen, seperti yang terjadi sejak 1948 dengan para pengungsi dan 1967 dengan para pengungsi," kata Makhoul kepada Middle East Eye.
Pembicaraan Trump tentang lokasi Jalur Gaza mengungkapkan niatnya untuk menangani masalah ini sebagai real estat, serta upaya untuk mengendalikan jalur tersebut dan sumber daya ekonomi, terutama gas alam di laut Gaza."
Sisi sebelumnya telah memperingatkan agar tidak ada "pemindahan paksa" warga Palestina dari Gaza ke Mesir, dengan mengatakan bahwa langkah seperti itu dapat membahayakan perjanjian damai dengan Israel 1979.